Text
INDONESIAN JOURNAL OF APPLIED LINGUISTICS
Abstrak: Menjadi kompeten dalam satu bahasa bukan hanya melibatkan keberhasilan akademik,
tetapi juga mencakupi banyak aspek diri dalam konteks tertentu. Inti dari penelitian ini adalah
untuk mengeksplorasi pengalaman peserta sebagai mahasiswa terpinggirkan dalam masyarakat
Filipina Amerika dan lintasan belajar bahasa asing dari waktu ke waktu. Cerita dari peserta
mencerminkan pendekatannya terhadap pembelajaran bahasa (PB) serta motivasi yang
melatarinya dalam pembelajaran bahasa. Studi ini menyoroti dampak dari pengalaman belajar bahasa asing pada konflik, negosiasi, dan transformasi identitas dari para partisipan. Setelah
analisis posisinya, artikel ini melihat dari dekat bagaimana evaluasi oleh orang Filipina lainnya
dalam masyarakat memberikan kontribusi pada (re)konstruksi peserta dan negosiasi identitas yang
sedang berjalan. Bagaimana evaluasi tersebut mendorong atau menghalangi akses ke warisan dan
budaya bahasa dianalisis berdasarkan penggunaan tuturan peserta yang dilaporkan. Artikel ini
meneliti apakah PB dapat menjadi cara negosiasi dan memperoleh peran atau tidak, serta
bagaimana PB membantu pelajar terpinggirkan untuk memilih dimana dan bagaimana dia berada.
Artikel ini juga terlihat pada bagaimana marjinalisasi memotivasi pembelajaran bahasa, dimana
peserta berusaha untuk memposisikan dirinya kembali. Penelitian ini juga menguji bagaimana
hubungan kekuasaan (mahasiswa terpinggirkan dalam konteks tertentu) memainkan peran dalam
proses negosiasi identitas dan pembuatan-makna diri. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan
bahwa melalui pengalaman dalam pembelajaran bahasa asing serta melakukan negosiasi makna
untuk menjadi pembelajar bahasa Jepang sebagai Bahasa Asing (JFL), peserta secara bertahap
bergeser ke dalam komunitas yang berbeda sebelumnya dari pengalaman belajar bahasa di mana
ia mendapat tempat untuk praktek dan tidak lagi menjadi anggota masyarakat yang terpinggirkan.
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain